Saldo BBM 8 SKPD Pemkab Musi Rawas Rp191 Juta, Potensi Salah Guna

MUSI RAWAS – Persediaan BBM pada Laporan Operasional per 31 Desember 2022 pada delapan SKPD Pemkab Musi Rawas tidak dapat diyakini dan berisiko membebani keuangan daerah minimal sebesar Rp191.977.750,00.

Hal ini terjadi karena lemahnya penatausahaan pada delapan SKPD, sehingga rawan disalahgunakan.

Diketahui, nilai saldo Persediaan Pemkab Musi Rawas pada Neraca per 31 Desember 2022 sebesar Rp20.115.708.217,47. Nilai tersebut turun sebesar Rp1.240.928.757,35 atau sebesar 5,81% dibandingkan dengan saldo Persediaan pada Neraca per 31 Desember 2021 sebesar Rp21.356.636.974,82.

Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menunjukkan terdapat permasalahan Penatausahaan dan Tata Kelola persediaan BBM dengan penjelasan sebagai berikut:

A. Persediaan BBM Tidak Dicatat Sebagai Persediaan

Hasil pemeriksaan secara uji petik atas belanja Belanja Bahan Bakar dan Pelumas pada delapan SKPD menunjukkan terdapat pembelian BBM pada SPBU 24.316.187 Desa
Pedang.

Pemeriksaan lebih lanjut atas dokumen pertanggungjawaban belanja tersebut diketahui mekanisme penatausahaan BBM pada delapan SKPD menggunakan kupon.

Berdasarkan hasil konfirmasi dengan SPBU 24.316.187 Desa Pedang pada tanggal 25 Maret 2023, diketahui bahwa terdapat sisa BBM yang belum dicairkan pada delapan SKPD dengan nilai sebesar Rp191.977.750,00, rincian sebagaimana tabel berikut.

Berdasarkan hasil konfirmasi kepada pengurus barang dan PPTK diketahui bahwa Pengurus Barang dan PPTK tidak mengetahui dan tidak memahami bahwa pembelian BBM dengan deposit melalui mekanisme kupon dapat diklasifikasikan sebagai persediaan jika ada sisa BBM yang belum dipakai.

Baca Juga : Saksikan Pengukuhan 3 Guru Besar FKUI, Anies Kenang Masa Covid-19

B. Persediaan BBM Tidak Dicatat Secara Perpetual

Berdasarkan permintaan keterangan pada Pengurus Barang dan PPTK pada sembilan SKPD diketahui bahwa tidak terdapat pencatatan atas penerimaan, pengeluaran serta penyaluran kupon BBM tersebut. Pengurus Barang dan PPTK, menjelaskan mekanisme penatausahaan kupon dimulai dengan proses deposit ke SPBU.

Kemudian, PPTK membuat kupon yang memuat besaran moneter senilai besaran deposit untuk didistribusikan kepada pengguna kupon tanpa dicatat.

PPTK dan Pengurus Barang pada sembilan SKPD tersebut juga menyatakan tidak pernah meminta keterangan dan bukti kepada pengguna kupon BBM. Pengurus Barang dan PPTK menganggap bahwa seluruh kupon telah habis dipakai oleh pengguna.

Pengurus Barang dan PPTK juga tidak pernah melakukan konfirmasi dan meminta laporan penggunaan kupon ke SPBU, sehingga prosedur perhitungan mundur atas jumlah persediaan per 31 Desember 2022 tidak dapat dilakukan.

C. Belum Terdapat Mekanisme, Rincian Pekerjaan, dan Hak dan Kewajiban Masing-Masing Pihak

Berdasarkan permintaaan keterangan dengan Pengurus Barang dan PPTK diketahui bahwa delapan SKPD belum menyusun aturan pelaksanaan yang merupakan penjabaran dari Nota Kesepakatan, yang diantaranya:

1) Mekanisme penukaran kupon BBM, yang mengatur ketentuan bahwa SPBU wajib mengisi BBM sesuai dengan jumlah liter, jenis bahan bakar, dan nomor polisi sesuai yang tertera pada kupon;

2) Hak dan kewajiban masing-masing pihak mengatur tentang:
a) Kewajiban SPBU utntuk menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran BBM dari SPBU kepada SKPD, sehingga saldo BBM dapat diketahui pada setiap periode, termasuk pada saat terdapat sisa saldo pada akhir tahun.
b) Hak SKPD apabila terdapat sisa saldo penggunaan BBM. Nota kesepakatan seharusnya mengatur ketentuan perlakuan sisa saldo, apakah sisa saldo dianggap sebagai deposit atau sisa saldo dikembalikan sejumlah nilai moneter.
c) Kewajiban SPBU untuk memastikan bahwa plat nomor polisi kendaraan yang mengisi BBM sama dengan plat nomor polisi yang tertera pada kupon.

Pemeriksaan lebih lanjut atas penggunaan kupon dan hasil konfirmasi ke SPBU menunjukkan terdapat kelemahan penatausahaan kupon, yakni tidak ada batas masa berlaku kupon. Serta tidak ada nomor polisi pada kupon, sehingga kupon rawan digunakan kendaraan lain.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan:

A. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, pada Lampiran II-06 PSAP Nomor 5 Paragraf 6 yang menyatakan bahwa Persediaan merupakan aset yang berwujud:

1) Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam rangka kegiatan operasional pemerintah;

2) Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;

3) Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat; dan

4) Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan.

B. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 47 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pelaksanaan Pembukuan, Inventarisasi dan Pelaporan Barang Milik Daerah

Pada Pasal 33 ayat (1) yang menyatakan bahwaPembukuan BMD atas persediaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf j dicatat dengan menggunakan metode perpetual; dan

C. Nota Kesepakatan Kerjasama Pemberian BBM untuk Kendaraan Dinas Jabatan dan Operasional antara masing-masing SKPD dengan SPBU

Pada pasal pelaksanaan yang menyatakan bahwa hal-hal yang mengatur mekanisme, rincian pekerjaan, hak dan kewajiban masing-masing pihak akan diatur kemudian berdasarkan kesepakatan.

Permasalahan tersebut mengakibatkan saldo Beban Persediaan BBM pada Laporan
Operasional per 31 Desember 2022 pada delapan SKPD tidak dapat diyakini dan berisiko membebani keuangan daerah minimal sebesar Rp191.977.750,00.

Hal tersebut disebabkan oleh:

A. Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya, Tata Ruang dan Pengairan serta Kepala Sekretariat Daerah selaku pengguna barang kurang melakukan pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan tugas penyimpan barang yang menjadi tanggung jawabnya;

B. PPTK belum mengusulkan aturan pelaksanaan sebagai penjabaran kesepakatan bersama yang memuat mekanisme, rincian pekerjaan, dan hak dan kewajiban masingmasing pihak; dan

C. Pengurus barang belum memedomani ketentuan penatausahaan persediaan BBM
secara perpetual.

Atas permasalahan tersebut, Bupati Musi Rawas menyatakan sependapat dengan temuan BPK dan akan menindaklanjuti permasalahan tersebut berdasarkan rekomendasi yang diberikan BPK.

BPK merekomendasikan Bupati Musi Rawas untuk memerintahkan Sekretaris Daerah selaku pengelola barang agar:

A. Merencanakan penggunaan BBM sesuai kebutuhan;
B. Meningkatkan pengendalian atas mekanisme penatausahaan kupon BBM secara memadai; dan
C. Meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan tugas penyimpan barang yang menjadi tanggung jawabnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *